Mon-Sat: 8.00-17.00
About
Home » About
home1-18

Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s.

Tentang kami

Rumah Literasi 45 berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Griya Acitya yang didirikan pada tanggal 22 Februari 2021 dan telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan SK Nomor : AHU-0016372.AH.01.04. Tahun 2021 dan Akta Notaris Nomor 01, tanggal 2 Juli Tahun 2021 yang dibuat oleh Notaris Herawati Junaidi S.H., M.Kn.

Maksud dan Tujuan dari Yayasan Pendidikan Griya Acitya adalah membangun generasi yang literat dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat.

Berdasarkan World Digital Competitiveness Ranking tahun 2020. Indonesia berada pada urutan 56 dari 63 negara di dunia untuk daya saing digital. Di bidang Literasi Financial hasil survey OJK tahun 2019 menunjukan bahwa Indeks Literasi Keuangan masyarakat Indonesia sebesar 38.03% sedangkan Indeks Inklusi Keuangan 76.19 %, ini artinya bahwa literasi keuangan masyarakat Indonesia masih tergolong rendah.

LATAR BELAKANG


Empat alasan berdirinya Yayasan Pendidikan Griya Acitya; Pertama adalah rendahnya kualitas Pendidikan Nasional, hal ini tercermin pada hasil survey enam literasi dasar yang antara lain; survey yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) dan rilisan Organisation for Economic Co-Operation and Develompent (OECD) tahun 2018,  bahwa Literasi Bacatulis, Numerasi &  Sains anak-anak Indonesia berada pada peringkat 73 dari 79 negara.

 

Berdasarkan World Digital Competitiveness Ranking tahun 2020. Indonesia berada pada urutan 56 dari 63 negara di dunia untuk daya saing digital.  Di bidang Literasi Financial hasil survey OJK tahun 2019 menunjukan bahwa Indeks Literasi Keuangan masyarakat Indonesia sebesar 38.03% sedangkan Indeks Inklusi Keuangan 76.19 %, ini artinya bahwa literasi keuangan masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Sementara pada Literasi Budaya dan Kewarganegaraan, berdasarkan  Catatan Setara Institute; Selama tahun 2020 terjadi 422 kasus intoleran. 180 diantaranya berupa peristiwa dan 242 kasus berupa ujaran kebencian dan hoax melalui media sosial.

 

Alasan Kedua adalah rendahnya minat baca anak Indonesia dan minimnya ketersediaan bahan bacaan. Hasil survey UNESCO, minat baca anak Indonesia di Tingkat Asean berada pada posisi ketiga dari bawah setelah Laos dan Kamboja, rata-rata membaca anak Indonesia hanya 27 halaman pertahun, sementara anak-anak negara lain seperti Brunei Darusalam membaca 7 buku, anak Singapura membaca 6 buku, dan anak Thailand membaca 5 buku pertahun.

 

Ketiga adalah banyaknya keluhan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar akibat pembelajaran daring selama pandemi Covid-19, tidak semua anak mampu mencerna pembelajaran secara daring untuk pelajaran tertentu seperti pembelajaran matematika, sains dan pelajaran lainnya. Yang terakhir, keempat  adalah meningkatnya jumlah peserta didik yang kecanduan game online, hasil survey yang dilakukan oleh dr. Kristiana Siste (2020), ahli Adiksi Perilaku mengatakan bahwa 19.4 % anak Indonesia kecanduan game online dengan durasi 11.6 jam perhari, diprediksi tertinggi di Asia.

 

Dampak dari rendahnya mutu pendidikan dan literasi masyarakat yaitu; kebodohan, kompetensi rendah, kemiskinan, mudah terprofokasi, dan kerawanan sosial lainnya. Yang menjadi pertanyaan adalah siapakah yang bertanggungjawab atas masalah tersebut? Tentu bukan hanya pemerintah saja, tapi kita semua.

 


 

Galeri photo